Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
4 posters
Page 1 of 1
Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
How Kamma Works in Our Life???
Dhammadesana Oleh : Bhiksu Bhadra Pala (Suhu Xian Bing)
Dirangkum oleh : Daniel Suhendra
Istilah Kamma sudah sangat umum dan sering kita dengar baik dalam Agama Buddha sendiri maupun diluar Agama Buddha. Secara umum Kamma diartikan sebagai sebagai suatu “balasan” dari segala perbuatan buruk yang telah kita perbuat terhadap orang lain. Kata “balasan” ini memiliki makna yang negatif. Kita akan mendapatkan hal buruk seperti halnya kita melakukan hal yang buruk.
Makna Kamma yang sesungguhnya adalah segala tindakan yang disertai dengan niat, baik positif maupun negatif. Sebagai contoh, jika kita melihat nyamuk, kita merasa terganggu, benci dan berpikir untuk membunuhnya, kemudian terdapat kondisi yang tepat lalu kita memukul nyamuk tersebut hingga mati, maka inilah yang disebut Kamma. Contoh lain, jika kita berjalan di tengah rerumputan, dan tanpa sadar kita menginjak serangga sampai mati, di luar keinginan kita, maka itu bukan lah Kamma.
Baik buruknya Kamma tergantung pada pikiran kita. Perbuatan yang sama yang dilakukan 2 orang yang berbeda, dapat mengandung 2 kamma yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah Pangeran Devadatta yang menjatuhkan bebatuan dari bukit saat Sang Buddha berjalan dibawahnya, kemudian reruntuhan batu tersebut melukai kaki beliau. Di sini Pangeran Devadatta telah melakukan Kamma buruk yang sangat berat (Akusala garuka kamma). Lalu kemudian ada seorang Tabib (dokter) yang mengobati kaki Sang Buddha dengan membedah kulit kaki beliau dengan pisau hingga berdarah untuk mengeluarkan batu yang melukainya. Namun Tabib di sini melakukan suatu Kamma baik. Jika diperhatikan baik Devadatta maupun Tabib tersebut sama-sama melukai Sang Buddha hingga berdarah, namun Kamma yang dihasilkan berbeda, karena keduanya memiliki niat dan pikiran yang berbeda dalam melakukan perbuatan tersebut.
Kamma merupakan sebuah proses, dimana terdapat 4 tahapan:
1) Adanya objek
2) Adanya niat
3) Adanya pikiran untuk menggunakan alat/sarana tertentu
4) Adanya pelaksanaan
Sebagai contoh, pembunuhan nyamuk. Tahapannya:
1) Adanya nyamuk yang mengganggu
2) Adanya keinginan membunuh nyamuk
3) Memikirkan dengan alat apa/cara apa yang digunakan untuk membunuh nyamuk
4) Melakukan pembunuhan terhadap nyamuk
Kamma dapat berbuah dalam 4 tahapan pula:
a) Begitu melakukan, langsung berbuah. Contohnya; kita (pria) mencium seorang wanita yang kita suka, maka kita langsung mendapatkan sebuah tamparan.
b) Begitu melakukan, setelah meninggal berbuah. Tergantung kondisi, dan simpanan Kamma kita.
c) Begitu melakukan, lebih dari 1x kelahiran selanjutnya berbuah. Tergantung kondisi, dan simpanan Kamma kita.
d) Begitu melakukan, tidak mempunyai kesempatan berbuah. Contohnya, Bhikku Angulimala yang banyak membunuh orang kemudian mengoleksi jari-jari mereka. Namun Kamma buruknya tidak dapat berbuah (mandul/Ahosi) karena beliau telah mencapai Nibbana. Mati sebagai Arahata dan tidak dilahirkan lagi.
Kamma memiliki 3 dimensi waktu yang saling terkait. Masa lalu, masa kini, dan masa depan. Keterkaitan dalam konteks ini maksudnya, apa yang kita lakukan pada masa lalu, berdampak pada masa kini, dan masa depan.
Kamma identik dengan kelahiran kembali. Secara umum dikenal reinkarnasi (Reincarnation). Namun istilah tersebut dalam Agama Buddha kurang tepat. Dalam Agama Buddha, digunakan istilah “tumimbal lahir”. Apa bedanya reinkarnasi dengan tumimbal lahir?
Dalam istilah Reinkarnasi, terdapat jiwa atau roh yang abadi dalam diri manusia, sehingga saat manusia mati maka tubuhnya lah yang hancur, tetapi jiwanya tetap utuh. Jiwanya kemudian masuk ke tubuh yang baru dan terlahir kembali. Biasanya dalam istilah reinkarnasi, setelah manusia mati, maka akan terlahir kembali menjadi manusia.
Dalam Tumimbal lahir, tidak ada jiwa/roh yang kekal dalam diri manusia. Jadi saat manusia mati, semuanya padam tanpa ada yang tersisa. Hal ini sesuai dengan hukum Anatta (tanpa inti). Manusia yang mati kemudian terlahir kembali sebagai makhluk yang baru sesuai dengan kekuatan Kamma masa lampaunya, belum tentu sebagai manusia lagi.
Dan yang perlu diketahui adalah bahwa Kamma tidak ditemukan oleh Sang Buddha, namun hukum ini adalah universal dan berlaku dalam kehidupan. Semua makhluk di semua alam tidak mungkin terlepas dari Kamma mereka masing-masing.
Dhammadesana Oleh : Bhiksu Bhadra Pala (Suhu Xian Bing)
Dirangkum oleh : Daniel Suhendra
Istilah Kamma sudah sangat umum dan sering kita dengar baik dalam Agama Buddha sendiri maupun diluar Agama Buddha. Secara umum Kamma diartikan sebagai sebagai suatu “balasan” dari segala perbuatan buruk yang telah kita perbuat terhadap orang lain. Kata “balasan” ini memiliki makna yang negatif. Kita akan mendapatkan hal buruk seperti halnya kita melakukan hal yang buruk.
Makna Kamma yang sesungguhnya adalah segala tindakan yang disertai dengan niat, baik positif maupun negatif. Sebagai contoh, jika kita melihat nyamuk, kita merasa terganggu, benci dan berpikir untuk membunuhnya, kemudian terdapat kondisi yang tepat lalu kita memukul nyamuk tersebut hingga mati, maka inilah yang disebut Kamma. Contoh lain, jika kita berjalan di tengah rerumputan, dan tanpa sadar kita menginjak serangga sampai mati, di luar keinginan kita, maka itu bukan lah Kamma.
Baik buruknya Kamma tergantung pada pikiran kita. Perbuatan yang sama yang dilakukan 2 orang yang berbeda, dapat mengandung 2 kamma yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah Pangeran Devadatta yang menjatuhkan bebatuan dari bukit saat Sang Buddha berjalan dibawahnya, kemudian reruntuhan batu tersebut melukai kaki beliau. Di sini Pangeran Devadatta telah melakukan Kamma buruk yang sangat berat (Akusala garuka kamma). Lalu kemudian ada seorang Tabib (dokter) yang mengobati kaki Sang Buddha dengan membedah kulit kaki beliau dengan pisau hingga berdarah untuk mengeluarkan batu yang melukainya. Namun Tabib di sini melakukan suatu Kamma baik. Jika diperhatikan baik Devadatta maupun Tabib tersebut sama-sama melukai Sang Buddha hingga berdarah, namun Kamma yang dihasilkan berbeda, karena keduanya memiliki niat dan pikiran yang berbeda dalam melakukan perbuatan tersebut.
Kamma merupakan sebuah proses, dimana terdapat 4 tahapan:
1) Adanya objek
2) Adanya niat
3) Adanya pikiran untuk menggunakan alat/sarana tertentu
4) Adanya pelaksanaan
Sebagai contoh, pembunuhan nyamuk. Tahapannya:
1) Adanya nyamuk yang mengganggu
2) Adanya keinginan membunuh nyamuk
3) Memikirkan dengan alat apa/cara apa yang digunakan untuk membunuh nyamuk
4) Melakukan pembunuhan terhadap nyamuk
Kamma dapat berbuah dalam 4 tahapan pula:
a) Begitu melakukan, langsung berbuah. Contohnya; kita (pria) mencium seorang wanita yang kita suka, maka kita langsung mendapatkan sebuah tamparan.
b) Begitu melakukan, setelah meninggal berbuah. Tergantung kondisi, dan simpanan Kamma kita.
c) Begitu melakukan, lebih dari 1x kelahiran selanjutnya berbuah. Tergantung kondisi, dan simpanan Kamma kita.
d) Begitu melakukan, tidak mempunyai kesempatan berbuah. Contohnya, Bhikku Angulimala yang banyak membunuh orang kemudian mengoleksi jari-jari mereka. Namun Kamma buruknya tidak dapat berbuah (mandul/Ahosi) karena beliau telah mencapai Nibbana. Mati sebagai Arahata dan tidak dilahirkan lagi.
Kamma memiliki 3 dimensi waktu yang saling terkait. Masa lalu, masa kini, dan masa depan. Keterkaitan dalam konteks ini maksudnya, apa yang kita lakukan pada masa lalu, berdampak pada masa kini, dan masa depan.
Kamma identik dengan kelahiran kembali. Secara umum dikenal reinkarnasi (Reincarnation). Namun istilah tersebut dalam Agama Buddha kurang tepat. Dalam Agama Buddha, digunakan istilah “tumimbal lahir”. Apa bedanya reinkarnasi dengan tumimbal lahir?
Dalam istilah Reinkarnasi, terdapat jiwa atau roh yang abadi dalam diri manusia, sehingga saat manusia mati maka tubuhnya lah yang hancur, tetapi jiwanya tetap utuh. Jiwanya kemudian masuk ke tubuh yang baru dan terlahir kembali. Biasanya dalam istilah reinkarnasi, setelah manusia mati, maka akan terlahir kembali menjadi manusia.
Dalam Tumimbal lahir, tidak ada jiwa/roh yang kekal dalam diri manusia. Jadi saat manusia mati, semuanya padam tanpa ada yang tersisa. Hal ini sesuai dengan hukum Anatta (tanpa inti). Manusia yang mati kemudian terlahir kembali sebagai makhluk yang baru sesuai dengan kekuatan Kamma masa lampaunya, belum tentu sebagai manusia lagi.
Dan yang perlu diketahui adalah bahwa Kamma tidak ditemukan oleh Sang Buddha, namun hukum ini adalah universal dan berlaku dalam kehidupan. Semua makhluk di semua alam tidak mungkin terlepas dari Kamma mereka masing-masing.
NoVeM- Moderator
-
Posts : 44
Points : 2
Birthday : 1989-11-11
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
Tanya mod,
misal seorang manusia mengalami tumimbal lahir menjadi hewan
karena kamma buruk masa lampaunya
dan tumimbal lahir sebagai hewan karnivora(pemakan daging),
yang secara sadar membunuh mahluk lain untuk bertahan hidup(makan)
(ada niat untuk membunuh, dan ada objek sebagai korban)
apa mahluk(hewan karnivora) tsb menambah kamma buruknya sendiri?
misal seorang manusia mengalami tumimbal lahir menjadi hewan
karena kamma buruk masa lampaunya
dan tumimbal lahir sebagai hewan karnivora(pemakan daging),
yang secara sadar membunuh mahluk lain untuk bertahan hidup(makan)
(ada niat untuk membunuh, dan ada objek sebagai korban)
apa mahluk(hewan karnivora) tsb menambah kamma buruknya sendiri?
Ivan- Posts : 133
Points : 3
Location : Indonesia
Quote : Before I doubt my memory, my memory will doubt me
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
setau saya, iya karma negatif.
dontknowmind- Posts : 19
Points : 2
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
hmm.. dicoba jawab ya.. tp blm tentu bener..
setau gw, hewan itu diliputi Moha (kebodohan) yang ga bisa bedain mana yang baik atau buruk. jadi mana mungkin bisa secara "sadar" melakukan karma negatif (memangsa makhluk lain).. Lagipula, hewan tersebut memangsa hewan lain karena memang ia lapar n secara alamiah hanya bisa "makan" hewan lain.. Bukan karena membunuh karena dendam, napsu, atau untuk memenuhi kesenangan nya..
kelahiran menjadi binatang merupakan hasil buah karma buruk nya di masa lampau, keharusan memangsa binatang lain adalah kondisi yang diperoleh dari buah karma buruk terdahulu pula.. Maka dari itu di saat kita terlahir sbg manusia (skrg ini).. Kita harus menanam bnyk karma baik agar tidak jatuh ke alam2 rendah.. kalo pun harus jadi binatang, simpanan karma baik kita bisa meringankan buah karma buruk yg nantinya kita dapat.
misal : kl jadi hewan, kita jadi hewan peliharaan yang disayang n dimanja oleh pemilik. Atau jadi hewan yg herbivora (ga memangsa makhluk lain)
itu menurut gw.. tp bisa nanya2 ke yg lain yg lebih pakar.. hehe
SSBS ^^
setau gw, hewan itu diliputi Moha (kebodohan) yang ga bisa bedain mana yang baik atau buruk. jadi mana mungkin bisa secara "sadar" melakukan karma negatif (memangsa makhluk lain).. Lagipula, hewan tersebut memangsa hewan lain karena memang ia lapar n secara alamiah hanya bisa "makan" hewan lain.. Bukan karena membunuh karena dendam, napsu, atau untuk memenuhi kesenangan nya..
kelahiran menjadi binatang merupakan hasil buah karma buruk nya di masa lampau, keharusan memangsa binatang lain adalah kondisi yang diperoleh dari buah karma buruk terdahulu pula.. Maka dari itu di saat kita terlahir sbg manusia (skrg ini).. Kita harus menanam bnyk karma baik agar tidak jatuh ke alam2 rendah.. kalo pun harus jadi binatang, simpanan karma baik kita bisa meringankan buah karma buruk yg nantinya kita dapat.
misal : kl jadi hewan, kita jadi hewan peliharaan yang disayang n dimanja oleh pemilik. Atau jadi hewan yg herbivora (ga memangsa makhluk lain)
itu menurut gw.. tp bisa nanya2 ke yg lain yg lebih pakar.. hehe
SSBS ^^
NoVeM- Moderator
-
Posts : 44
Points : 2
Birthday : 1989-11-11
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
NoVeM wrote:hmm.. dicoba jawab ya.. tp blm tentu bener..
setau gw, hewan itu diliputi Moha (kebodohan) yang ga bisa bedain mana yang baik atau buruk. jadi mana mungkin bisa secara "sadar" melakukan karma negatif (memangsa makhluk lain).. Lagipula, hewan tersebut memangsa hewan lain karena memang ia lapar n secara alamiah hanya bisa "makan" hewan lain.. Bukan karena membunuh karena dendam, napsu, atau untuk memenuhi kesenangan nya..
kelahiran menjadi binatang merupakan hasil buah karma buruk nya di masa lampau, keharusan memangsa binatang lain adalah kondisi yang diperoleh dari buah karma buruk terdahulu pula.. Maka dari itu di saat kita terlahir sbg manusia (skrg ini).. Kita harus menanam bnyk karma baik agar tidak jatuh ke alam2 rendah.. kalo pun harus jadi binatang, simpanan karma baik kita bisa meringankan buah karma buruk yg nantinya kita dapat.
misal : kl jadi hewan, kita jadi hewan peliharaan yang disayang n dimanja oleh pemilik. Atau jadi hewan yg herbivora (ga memangsa makhluk lain)
itu menurut gw.. tp bisa nanya2 ke yg lain yg lebih pakar.. hehe
SSBS ^^
btw binatang juga bisa membunuh karena perebutan wilayah kekuasaan, atau merasa terancam
misal : singa jantan yang membunuh anak2nya yang jantan juga
jadi walo jadi binatang kamma buruk tetep nambah kan hoho? (mastiin aja nie)
Ivan- Posts : 133
Points : 3
Location : Indonesia
Quote : Before I doubt my memory, my memory will doubt me
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
hmm.. kurang tau juga sih..
kalo dulu seperti yg dikisahkan di cerita Jataka..
kelahiran2 sang Buddha terdahulu pernah jadi binatang,
tp walaupun jadi binatang, beliau tetap selalu berhati mulia dan bijaksana..
selalu jadi pemimpin antar kaum nya..
klo seperti contoh yg singa itu, secara teori sih masuk karma negatif..
tp agar karma lengkap kn harus disertai niat juga..
klo untuk binatang masi belum tau juga gmn cara kerjanya "pikiran" mereka..
hmmm...
ntar coba dicari tau deh.. ^^
kalo dulu seperti yg dikisahkan di cerita Jataka..
kelahiran2 sang Buddha terdahulu pernah jadi binatang,
tp walaupun jadi binatang, beliau tetap selalu berhati mulia dan bijaksana..
selalu jadi pemimpin antar kaum nya..
klo seperti contoh yg singa itu, secara teori sih masuk karma negatif..
tp agar karma lengkap kn harus disertai niat juga..
klo untuk binatang masi belum tau juga gmn cara kerjanya "pikiran" mereka..
hmmm...
ntar coba dicari tau deh.. ^^
NoVeM- Moderator
-
Posts : 44
Points : 2
Birthday : 1989-11-11
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
hoho, ok2
soal na Sang Buddha kan pernah mengatakan Kamma berlaku untuk semua mahluk
maka na penasaran deh, untuk binatang yang membunuh karena sifat alami
berarti terus-terusan terpuruk ke kamma buruk gitu...
kalo dah taw post yooo hihihi
soal na Sang Buddha kan pernah mengatakan Kamma berlaku untuk semua mahluk
maka na penasaran deh, untuk binatang yang membunuh karena sifat alami
berarti terus-terusan terpuruk ke kamma buruk gitu...
kalo dah taw post yooo hihihi
Ivan- Posts : 133
Points : 3
Location : Indonesia
Quote : Before I doubt my memory, my memory will doubt me
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
ok deh..
ntar coba dicari ya..
klo misalnya kk uda dapet jawaban na dulu..
di post juga ya.. haha
ntar coba dicari ya..
klo misalnya kk uda dapet jawaban na dulu..
di post juga ya.. haha
NoVeM- Moderator
-
Posts : 44
Points : 2
Birthday : 1989-11-11
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
tau ataupun tidak tau, bukan berarti karma tidak berjalan. demikian pula hewan,walaupun diliputi moha, tetapi tetap karma negatif berjalan. Kalau hanya indikasi tau - tidak tau, berarti karma tidak universal. Niat/cetana tetaplah berjalan yaitu dia mau makan dan caranya adalah membunuh.
untuk terlepas dari dunia hewan amatlah sulit, apalagi dikatakan untuk terlahir di alam manusia...diumpamakan oleh Lord Buddha dengan seekor kura-kura yang berada di samudra luas, dan 1000 tahun sekali baru muncul di permukaan samudra, saat itu juga ada 1 ring/cincin yang mengambang di samudra dgn ukuran kira-kira seleher kura-kura Nah ketika kura-kura itu bisa masuk ke ring itu,itulah kira-kira sulitnya terlahir sebagai manusia.
agar hewan bisa terlepas dari alamnya, mengandalkan karma positif di masa lampaunya untuk matang ataupun dengan kita membantu menanamkan benih positif di dalam kesadarannya.
untuk terlepas dari dunia hewan amatlah sulit, apalagi dikatakan untuk terlahir di alam manusia...diumpamakan oleh Lord Buddha dengan seekor kura-kura yang berada di samudra luas, dan 1000 tahun sekali baru muncul di permukaan samudra, saat itu juga ada 1 ring/cincin yang mengambang di samudra dgn ukuran kira-kira seleher kura-kura Nah ketika kura-kura itu bisa masuk ke ring itu,itulah kira-kira sulitnya terlahir sebagai manusia.
agar hewan bisa terlepas dari alamnya, mengandalkan karma positif di masa lampaunya untuk matang ataupun dengan kita membantu menanamkan benih positif di dalam kesadarannya.
dontknowmind- Posts : 19
Points : 2
Re: Ringkasan Dhammadesana 15/01/2010
setuju dgn dontknowmind. hukum kamma berlaku untuk semua makhluk hidup.
jangankan binatang, bahkan manusia pun kalau dia membunuh karena ketidaktahuannya (moha), dia tetap saja berbuat karma buruk, krn adanya cetana (niat membunuh), perbuatan yang dilakukan (membunuh) & hasil dr perbuatan yang dilakukannya (makhluk yang ingin dibunuh itu kehilangan nyawanya).
jangankan binatang, bahkan manusia pun kalau dia membunuh karena ketidaktahuannya (moha), dia tetap saja berbuat karma buruk, krn adanya cetana (niat membunuh), perbuatan yang dilakukan (membunuh) & hasil dr perbuatan yang dilakukannya (makhluk yang ingin dibunuh itu kehilangan nyawanya).
me_is_me- Posts : 7
Points : 0
Similar topics
» Ringkasan Dhammadesana 08/01/2010
» Ringkasan Dhammadesana tgl 25 Juni 2010
» Ringkasan Sharind Dhamma oleh Ibu Wenny Lo - 4 Juni 2010
» Ringkasan Dhammadessana hari Jumat, 11 Juni 2010 dibawakan oleh : Suhu Garbha
» Happy New Year 2010
» Ringkasan Dhammadesana tgl 25 Juni 2010
» Ringkasan Sharind Dhamma oleh Ibu Wenny Lo - 4 Juni 2010
» Ringkasan Dhammadessana hari Jumat, 11 Juni 2010 dibawakan oleh : Suhu Garbha
» Happy New Year 2010
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum